Perawakannya kecil dan gerakannya gesit. Pembawaannya sangat cair, begitu ramah pada siapa saja, termasuk kenalan baru. Yang tak kalah menarik adalah semangat belajarnya yang tinggi dengan nyala optimisme yang seolah enggan redup. Itulah yang saya tangkap dari sosok Kiki Handriyani. Perempuan energik yang mengidolakan ibunya ini memang luar biasa. Saya kali pertama mengenalnya pada sebuah perhelatan bertajuk Amazing Petung National Explore (APNE) di Pekalongan tahun 2017.
Dari perkenalan itu persahabatan kami terjalin melalui media sosial dan semakin intens lantaran kami sama-sama bergiat di komunitas sosial meskipun berbeda kota. Sesekali kami mengobrol singkat melalui WhatsApp, baik secara pribadi maupun lewat grup. Di sisi lain saya terus mengamati aktivitasnya melalui media sosial, terutama Facebook. Termasuk aktivitas putri sulungnya yang jago membuat komik manga, tak jauh berbeda dari Rumi Bumi yang suka menggambar komik.
Tak lulus kuliah, tapi terus berkarya
Mengikuti aktivitas perempuan kelahiran Cilacap 11 Maret 1978 ini membuat saya tergerak untuk menuliskan kisahnya. Bagi banyak orang mungkin sosoknya terkesan biasa, mungkin anonim di antara deretan pesohor atau orang-orang keren yang sempat viral. Namun spirit blog ini, sebagaimana tecermin dalam namanya, HUDU, adalah mengangkat dan menyebarkan kisah sederhana tentang mereka yang berani beraksi (WHO DO) di sekitar kita tanpa basa-basi tetapi tidak terdeteksi.
Kegigihan Kiki jelas tak terjadi begitu saja, melainkan dibentuk oleh tempaan nasib dan problema hidup yang membuatnya memetik pengalaman yang solid. Sempat kuliah hingga semester 3 di STMIK SWADHARMA Jakarta, selepas SMA ia ternyata langsung melamar di Wardah Cosmetics sebagai sales canvasser dan bertahan hingga 1 tahun. Bekerja sebagai tenaga sales menjadi pelajaran hidup yang sangat berharga karena sifat minder dan tertutupnya perlahan terkikis seiring makin intensnya ia berinteraksi dengan banyak orang. Gadis yang semula pemalu dan enggan berbicara pun akhirnya menjadi pribadi yang berani dan mulai belajar untuk membuka diri.
Tak berhenti di situ, semangat bekerja dan belajar Kiki pun terus membuncah ketika ia bekerja sebagai tenaga sales perabotan rumah tangga. Pekerjaan ini menuntutnya menyambangi calon pembeli untuk menawarkan produk secara door to door. Persentuhannya dengan masyarakat menengah ke bawah membuatnya memahami daya beli dan karakteristik mereka.
Mendirikan komunitas bloger dan menerbitkan novel
Akumulasi pengalaman itu menjadi bekal berharga saat ia mendirikan BloMil alias Blogger Mungil, sebuah komunitas bloger di Jakarta di mana ia berperan sebagai founder sekaligus humas dan marketing. Di sela kesibukannya yang padat, ia masih aktif sebagai content writer untuk klien yang membutuhkan. Bahkan seolah energinya tak pernah habis, ia juga menjadi tim medsos salah satu anggota partai (yang khusus meliput untuk konten Youtube), serta kepala tim admin yang mengelola semua media sosial salah satu organisasi. Saya langsung bisa membayangkan rasa lelahnya.
Namun lelah sepertinya terlalu berlebihan bagi seorang Kiki Handriyani. Dia masih sempat menjadi penulis buku (saat ini sedang menulis dua buku, satu bergenre self help dan satu lagi adalah novel keduanya). Inilah salah satu impian yang ingin ia wujudkan sehingga tahun 2009 dia memutuskan keluar dari Hilly Dental Salon, sebuah klinik gigi kelas atas dengan pasien kalangan pejabat, ekspatriat, dan artis. Bukan hanya tentang kedokteran gigi, HDS juga mengajarkannya tentang cara berkomunikasi dengan kalangan atas, bagaimana menjalankan bisnis, bagaimana menghadapi konsumen dengan berbagai karakter, dan ilmu marketing serta kehumasan.
Azzam, salah satu murid berkebutuhan khusus yang belajar penulisan dari Kiki |
Demi membagikan ilmu penulisan, Kiki kini mengajar kelas privat menulis untuk anak Asperger Syndrome yang saat ini sedang berproses untuk melahirkan naskah buku solo. Selain itu, ia masih meluangkan waktu untuk mengajar fotografi secara privat dan menulis untuk tim Aleena Spa. Ia tak berhenti berkarya apalagi sejak tahun 2009 bergabung sebagai anggota dan akhirnya dipercaya menjadi pengurus pusat IIDN (Ibu-Ibu Doyan Nulis), menjadi asisten pribadi penulis Indari Mastuti (ketika founder IIDN ini sedang bertugas ke Jakarta). Puncaknya, tahun 2010 lahirlah sebuah buku novel dari tangannya, menyusul enam antologi bersama IIDN.
Bangkit dari perceraian dan bangun jaringan
Dia menuturkan BloMil sebenarnya didirikan tanpa kesengajaan. Ketika bercerai awal 2015, dia sedang tak punya pekerjaan, hanya mengurus keluarga dan mengelola toko kecil yang menjual buku secara online. Satu-satunya pemasukan yang pasti setiap bulan adalah gaji sebagai aspri Indari Mastuti. Dia kemudian berkesempatan mengenal teman-teman media online. Diajak masuk grup dan mendapat info undangan acara, ia pun mulai memberanikan diri datang ke acara dengan memegang ID pers TabloidSelebrita.com. Saat itu liputannya lebih banyak tentang film dan lifestyle.
Perkenalannya dengan banyak orang yang berbeda lingkaran, terutama media dan blogging, seolah menjadi obat setelah ia mengalami perceraian. Dia mengakui perceraian memang salah satu titik terberat dalam hidupnya setelah masalah demi masalah bertahun-tahun dipendam dan memuncak tak terkendali. Bagi seorang istri dan perempuan dengan dua putri yang tidak bekerja dan tidak pula punya tabungan, ditambah utang di mana-mana, perpisahan tentu saja menjadi pukulan berat.
Namun ia tak membiarkan dirinya larut dalam kemelut. Ia sadar harus bangkit untuk menyelamatkan dirinya dan terutama kedua buah hati tercinta. Mental yang bertahun-tahun down—ditambah nama baik yang tercoreng akibat permasalahan keluarga yang seolah tak ada habisnya—membuat hidupnya terasa semakin berat. Sempat tebersit untuk lari dan berteriak atas ketidakadilan yang menimpanya. Namun sekali lagi ia tersadar bahwa ia berhak mendapatkan kehidupan yang lebih baik sebab ia meyakini sebagai pribadi yang berharga.
Saya sadar, kalau seorang ibu tidak bahagia maka dia tidak akan mampu mendidik anak-anaknya dengan baik. (Saya) mohon ampun di sepertiga malam pada Allah karena saya harus mengambil keputusan terberat sepanjang hidup.
Tiga bulan berlalu, Kiki pun bisa sedikit move on dan mulai bergerak mencari jalan keluar untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Dari pengalaman pahit itu ia memetik pelajaran penting bahwa tidak ada siapa pun yang bisa ia andalkan kecuali Allah dan ikhtiarnya sendiri. Dia lantas membenahi diri, menguatkan iman dan mental, mulai belajar mengikis trauma, dan memperbanyak pikiran positif. Mulai membuka diri dan membangun jaringan dengan mendatangi acara-acara media dan blogger sambil membagikan kartu nama. Ia yakin sebuah kartu nama sangat penting karena akan berpengaruh besar pada branding yang ingin ia bangun.
Tentang Nilacare dan kekuatan berbagi
Melakoni peran sebagai jurnalis dan founder komunitas bloger secara bersamaan, Kiki mengaku harus jungkir balik untuk belajar manajemen, marketing, dan kemhumasan. Dengan tagline #SejutaSemangat dan keinginan untuk membuat keluarga tidak kelaparan, perempuan yang hobi membaca, mendengarkan musik, dan fotografi ini terus bergerak di lapangan, membaca buku, dan memantau berita/informasi di media sosial seperti orang kesetanan, siang malam belajar, berangkat pagi pulang malam liputan demi membangun jejaring.
Berkat buku, masalah hidupnya menjadi lebih mudah diatasi karena pikiran-pikiran positif saja yang ada di kepala. Berbekal nekat dan modal senang belajar, Blomil pun mulai dikenal dan mendapat klien-klien dari instansi (Perpusnas), perusahaan baja ringan, Serikat Pekerja, dan dari kalangan politik (dengan tetap mengusung misi dan konten literasi).
Pengalaman berjejaring dan berinteraksi dengan banyak kalangan membuat Kiki menemukan arti sinergi dan berbagi. Dari sanalah tercetus Nilacare, gerakan sosial yang salah satunya membagikan nasi kotak kepada para pemulung setiap hari Jumat. Adalah adiknya Riti Nilawati yang semula mengusulkan agar mereka memasak dan membagikan nasi kepada pemulung. Berbekal uang seadanya, mereka pun memasak nasi dan lauk untuk dibagikan di bilangan Tanjung Barat, Jakarta Selatan. Berkat publikasi di Facebook, langkah kecil bersama keluarganya ternyata menggerakkan hati teman-temannya di Facebook untuk ikut menjadi donatur.
Selain membagikan nasi siap santap setiap Jumat, tak jarang Nilacare juga membagikan pakaian, jilbab, sepatu, dan barang apa pun yang dimanahkan oleh donatur. Lalu ada program #AnakAsuh yang memungkinkan Nilacare membantu anak-anak dari keluarga tidak mampu agar bisa terus mengenyam pendidikan. Nilacare berusaha mencarikan orangtua asuh yang bersedia membayar uang pangkal dan SPP selama anak belajar, mengawasi perkembangan anak asuh, dan berkomunikasi dengan orangtua asuh terkait perkembangan belajar mereka.
Nilacare saat membagikan nasi di lapangan (tampak salah seorang putri Mbak Kiki ikut berkegiatan.) |
Dalam Nilacare Kiki boleh dibilang menyandang banyak peran, mulai dari founder, seksi humas, hingga seksi dokumentasi. Adapun tim dapur diisi oleh sang ibu dan beberapa tetangga yang diberdayakan. Sedangkan relawan yang turun ke jalan, ada tetangga yang usianya lebih muda. Ia sengaja melibatkan anak muda (termasuk kedua putrinya) guna menularkan semangat berbagi kepada mereka sekaligus membantunya secara fisik di lapangan karena mereka lebih sigap dan kuat. Maklumlah karena sejak tahun 2015 hingga kini distribusi bantuan Nilacare masih mengandalkan motor yang serbaterbatas.
Ke depan ia berharap Nilacare dapat semakin berkembang dengan sumber pendanaan yang kuat agar bisa melebarkan sayap dan menjadi rumah bagi lebih banyak orang-orang yang membutuhkan. Siapa tahu di antara pembaca blog HUDU ada yang punya keluangan rezeki dan bisa ikut menopang baik dengan donasi ataupun dukungan transportasi—atau sekurang-kurangnya bantuan publikasi, silakan berpartisipasi.
Membangun mimpi lewat Hanana Litegrafi
Mungkin karena berbagi dan kepeduliannya pada sesama yang begitu tinggi, belum lama ini Kiki pun mendapatkan kejutan yang menyenangkan hati. Dia mengatakan sudah tiga tahun punya impian memiliki usaha sendiri yang berbadan hukum agar semakin mudah menjalin kerja sama dengan instansi atau brand yang sesuai. Blomil pernah hampir mendapatkan job tetapi urung terlaksana karena terkendala legalitas usaha.
Ia mengaku masih terkaget-kaget lantaran impiannya punya perusahaan sendiri bisa terwujud lebih cepat. Beberapa bulan menjelang akhir tahun 2020, dia mendapat hadiah dari seorang kawan untuk mendirikan perusahaan tersebut. Teman itu menyerahkan sepenuhnya pendirian perusahaan kepada Kiki sebagai hibah. Meski kaget, bingung, dan takjub seolah mimpi, dengan mengucap bismillah ia pun mengurus perizinan perusahaan tersebut.
Saat saya tanya apa yang ingin diraih perusahaan baru tersebut, ia tak memungkiri ingin meningkatkan ekonomi dengan cara mendapat proyek sebanyak-banyaknya. Dengan banyaknya proyek yang didapat, perusahaan akan bisa tumbuh dan berkembang sehingga mampu membuka lapangan kerja dan menyerap tenaga kerja, tentunya dengan tetap membawa misi literasi dalam bisnis.
Dengan kantor di wilayah bisnis Jakarta Pusat, kami yakin bahwa perlahan tapi pasti kami bisa tumbuh dan berkembang sesuai dengan harapan. Karena kami pun harus banyak belajar bagaimana menjadi pebisnis tangguh di tengah persaingan yang ketat, tetapi tidak melupakan misi literasi yang menjadi dasar perusahaan.
Lewat Hanana Litegrafi Indonesia, juga Nilacare, Kiki berharap bisa membangun mimpi dengan terus belajar dan bersinergi agar perusahaan ini berkembang menjadi salah satu perusahaan berbasis literasi, yang akan menjadi salah satu contoh perusahaan di bidang literasi yang profesional. Bukan hanya berorientasi pada keuntungan ekonomi, tetapi juga memberdayakan tenaga-tenaga kreatif—terutama dari kalangan yang kurang beruntung—agar bisa bertumbuh bersama demi kemajuan bangsa.
Untuk itu, ia bermimpi usaha tersebut bisa memiliki gedung tiga lantai. Lantai pertama bisa digunakan sebagai toko buku yang dilengkapi dengan sudut ruangan untuk acara bedah buku dan acara lainnya. Lantai kedua dipakai sebagai kafe di mana pengunjung bisa bekerja dan membaca sambil menikmati sajian kafe mini, sedangkan lantai ketiga difungsikan sebagai kantor sekaligus perpustakaan kerja pribadi.
Tetap optimistis untuk mewujudkan mimpi dan terus berbagi |
Boleh jadi impian itu kini terdengar mustahil mengingat kondisinya yang belum berlimpahan materi. Namun ia yakin sepenuhnya bahwa Allah akan membuka jalan baginya untuk dapat mewujudkan impian itu selama ia mau belajar, bekerja keras, dan tak berhenti dalam berbagi. Lebih-lebih untuk mewujudkan rumah (yang dibeli secara tunai tanpa kredit) untuk tempat tinggal dirinya, ibu dan anak-anak tercinta bisa bernaung dan menghabiskan usia, sambil terus berkarya.
Dari Kiki Handriyani kita belajar tentang semangat untuk bangkit dari keterpurukan dan membangun mimpi dengan terus berbagi tanpa harus menunggu limpahan materi. Dari sepenggal kisah hidupnya kita bisa memetik hikmah bahwa jalan keluar ada asalkan kita mau mencoba dan tak segan belajar untuk meng-upgrade kemampuan diri. Kiki yang wajahnya selalu dihiasi senyum ramah terbukti membuat banyak peluang menghampirinya. Jadi bukalah diri, bangun jaringan, ulurkan tangan, dan manfaatkan peluang—lalu nantikan keajaiban!