Saya selalu meyakini bahwa hidup saya ini susuk. Saya tidak memiringkan kata susuk karena ia sudah termasuk lema dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Ada banyak pengertian susuk dalam KBBI, tetapi saya memilih definisi susuk dalam bahasa Jawa karena sesuai dengan konteks yang saya bahas. Susuk berarti uang kembalian, yakni uang sisa pembayaran yang harus diserahkan kepada pembeli sebab nominalnya melebihi nilai transaksi.
Saya sebut hidup saya susuk karena banyak sekali yang terjadi di luar ekspektasi atau harapan pribadi. Saya pakai kata susuk untuk menggambarkan pengalaman hidup sebab kejadian demi kejadian begitu luar biasa, melebihi apa yang saya bayangkan. Agar lebih jelas, izinkan saya mengelaborasi dengan menampilkan beberapa contoh riil.
Sebut saja status saya sebagai suami. Saya tak pernah berpikir akan bisa menikah lantaran merasa tak punya wajah menawan atau kelebihan yang bisa diunggulkan. Entah kemampuan atau kekayaan, dua-duanya rasanya jauh dari kapasitas saya. Sudah pasrah untuk hidup melajang salah satunya juga pernah kecewa karena gagal menikah.
Semua berubah ketika usia menginjak 26 tahun; saya bertemu calon istri di tempat kerja—suatu kantor penerbitan di bilangan Ciawi, Bogor. Dia mau menerima saya apa adanya, dan saya ibarat mendapat durian runtuh karena mendapat jodoh tak terduga. Rezeki tak ternilai sebab kami akhirnya menikah. Istri saya seorang penyintas kanker payudara yang telah bertahun-tahun menjalani terapi setelah gagal berumah tangga akibat KDRT.
MELAMPAUI IMPIAN
Saya sendiri sejak kecil sering sekali sakit-sakitan. Masih jelas terngiang ujar mendiang ayah dulu, “Kalau kita diuji dengan sering sakit, insyaallah kita akan diberi kelebihan nanti.” Saya hidup dengan optimisme itu sampai suatu titik saya menyadari, atau tergoda menyimpulkan, “Jangan-jangan kelebihanku ya karena sering sakit itu. Tak lebih.” Mungkin terdengar seperti seorang fatalis, tapi itulah yang terjadi sampai saya menikah.
Delapan tahun didera ISK alias Infeksi Saluran Kemih yang sangat menyiksa bukanlah perkara mudah bagi saya. Bisa bekerja di Bogor sejak tahun 2006 sungguh sebuah anugerah. Tahun 2005 pernah ada tawaran kerja ke Sumatera tapi harus saya batalkan akibat keterbatasan sakit ISK itu. Sewaktu masih di Bogor pun sempat ditawari bekerja di lembaga pembiayaan yang berbasis di Amerika untuk bekerja di perwakilan Jakarta. Sayangnya jam bekerja tidak memungkinkan sehingga tawaran itu pun melayang.
Intinya pernikahan kami sungguh sebuah nikmat tak terkira. It’s completely beyond our expectation or wildest dream. Maka tak ada alasan untuk tak bersyukur atas rezeki berupa jodoh. Kami semakin bersyukur ketika Allah menganugerahi dua jagoan lucu yang kini duduk di kelas 3 dan 1 SD. Rasa syukur tak henti kami panjatkan sebab kami sudah sumeleh, sudah pasrah untuk tak memiliki momongan.
Semua itu lantaran kondisi kesehatan kami masing-masing. Istri telah menjalani medikasi selama dua tahun dengan banyak asupan obat yang disinyalir memengaruhi kesehatan reproduksinya. Sementara saya sendiri hidup dengan ISK sudah selama 20 tahun. Keadaan semacam itu menjadi permakluman bahwa kami tak berani mengharapkan keturunan.
Sebab itulah kami sebut hidup kami susuk, sudah melebihi ekspektasi: dengan diberi pasangan yang saling menguatkan dan bahkan dua anak yang menjadi pewaris kebaikan. Sejak saat itulah kami bertekad untuk #menebarkebaikan sebab kami diberikan lebih dari apa yang kami idamkan.
KURSUS BAHASA INGGRIS GRATIS
Pengalaman secuil itu mengajarkan kami tentang kebaikan berbagi. Tentang betapa perbuatan sekecil apa pun punya manfaat yang sangat berarti bagi orang lain, bahkan saat kita tak menyadarinya. Kami mulai menyadari bahwa fakta-fakta tentang kebaikan mulai menampakkan diri dan harus kami yakini kebenarannya.
1 | Kebaikan itu menular
Sesekali ia mendapat giliran mengajar saat saya berhalangan. Pengalaman itu rupanya membekas di hatinya. Setelah BEI terhenti, ia kemudian aktif di komunitas Anak Manggarai yang ia kenal dari Jambore Anak Jalanan. Sampai sekarang ia masih aktif mengajar di sana dan tak lelah berjeraring dalam kebaikan.
Banjir tak terduga
Kebaikan yang menular juga terbukti belum lama ini. Sepekan yang lalu kami sekeluarga mendapat musibah. Sungguh tak terduga jika kami harus kebanjiran. Hujan deras selama tiga hari berturut-turut, ditambah drainase perumahan yang buruk—juga jebolnya tanggul di kampung sebelah—turut memperparah banjir tahun ini. Tahun lalu air hanya tergenang di jalan depan rumah, tapi minggu lalu air masuk ke rumah hingga 20 cm.Ia lantas mengirimkan pesan berisi simpati atas musibah yang kami alami. Sebagai bentuk pertolongan, ia menawari saya pekerjaan di medsos, bidang yang memang saya geluti selain blogging. Saya tentu langsung menyambut tawarannya dan menceritakan bahwa fee-nya akan saya manfaatkan untuk membeli nasi bungkus. Terbayang nasib para tetangga dan teman yang tak punya tempat mengungsi di tengah banjir. Nasi siap santap akan sangat menyenangkan hati mereka.
Di luar dugaan, teman bloger tadi bersedia mengirimkan fee seketika itu juga bahkan sebelum tugas saya rampungkan. Setelah mengirimkan nomor rekening, dia mengonfirmasi pentransferan. Yang bikin mata terbelalak, uang yang ia kirimkan ternyata dua kali lipat dari nominal fee. Lewat WA ia berkirim pesan lagi bahwa sisa uang ingin ia sumbangkan untuk teman-teman saya yang terdampak banjir. Subhanallah, mendadak mata saya meleleh karena terharu.
50 nasi bungkus
Terbukti betul bahwa kebaikan memang menular. Saya segera memesan nasi bungkus untuk dibagikan esoknya. Karena menumpang di rumah adik, saya pun meminta rekomendasi di mana saya bisa memesan nasi bungkus yang enak dan cepat. Dia sigap memesankan ke langganannya yang ternyata sanggup memasak untuk esok pagi.Tanpa saya sangka, adik memesan nasi bungkus jauh lebih banyak dari honor saya plus titipan donasi dari teman bloger. Total ada 50 nasi bungkus yang bisa saya bagikan besok siangnya. Adik hanya mengangguk sambil tersenyum saat saya tanya apakah ia menambah uang pada nasi yang dipesan sehingga jumlahnya membengkak cukup banyak. Alhamdulillaah....
Nasi bungkus di saat banjir, mengusir lapar berkat donasi. |
2 | Kebaikan itu menghadirkan solusi
Akhir tahun 2016 kami harus pindah ke Lamongan, meninggalkan Bogor yang telah kami huni selama sebelas tahun. Demi dekat dengan ibu, kami pun segera memilah barang-barang, mengemas mana yang bisa dibawa dan menghibahkan untuk teman atau tetangga. Masalah muncul ketika sebagian besar barang telah siap tapi moda pengangkut belum juga kami dapatkan.
Menyewa truk ekspedisi bisa saja solusi terbaik karena praktis dan tepercaya. Namun setelah browsing di Internet dan tanya sana-sini, biaya pindahan menggunakan truk jasa logistik resmi semacam itu ternyata cukup besar—padahal kami sedang melakukan pengiritan. Nominal pengiriman bisa kami manfaatkan untuk kehidupan baru nanti di kota tujuan.
Tunggakan SPP jutaan rupiah
Di tengah kebingungan, Bu Karmina—tetangga dari kampung sebelah—berkunjung suatu pagi. Ia datang untuk meminta pekerjaan domestik. Ia setengah memaksa; mau mengepel, menyapu, menyeterika, bersih-bersih, pokoknya apa pun demi dapat uang guna membayar tunggakan SPP anaknya. Suaminya sudah beberapa hari tak mengayuh becak karena becaknya rusak. Anak SMK-nya tak mau sekolah karena malu telah menunggak berbulan-bulan.Kami sebagai freelancer tak punya banyak uang. Istri akhirnya mengangsurkan sedikit uang agar Bu Karmina bisa membeli beras untuk beberapa hari. Senyum membuncah di wajahnya. Namun hati kami kecut sebab tak bisa membantu banyak. Saya lantas teringat sebuah Lembaga Amil Zakat (LAZ) tak jauh dari rumah. Kami kebetulan jadi donatur untuk anak asuh di sana.
Segera saya meluncur ke kantornya dan menceritakan masalah Bu Karmina. Mereka berjanji menindaklanjuti walau tak menyanggupi menutup seluruh tunggakan. Tak lama berselang, tim LAZ lalu menyambangi Bu Karmina untuk mendata dan wawancara. Sungguh tak terduga, lembaga itu ternyata berkenan melunasi seluruh tunggakan. Bu Karmina pun datang ke rumah untuk tak hentinya berterima kasih.
Kisah Bu Karmina adalah bukti betapa besar manfaat zakat untuk mengatasi masalah umat. Problem pendidikan yanag dialami anak Bu Karmina bisa dipandang sebagai beasiswa karena sebagian ulama membolehkan jatah fi sabilillah untuk kebutuhan beasiswa, apalagi Bu Karmina termasuk kategori keluarga miskin.
Truk pindah murah meriah
Beberapa hari kemudian, kakak menelepon bahwa dia berhasil mendapatkan truk dengan harga terjangkau. Truk itu membawa sayur dari Banyuwangi ke Jakarta sehingga saya bisa memanfaatkannya untuk mengangkut barang-barang, termasuk motor. Syukur alhamdulillah, truk itu pun datang akhir Januari 2017 dalam keadaan bersih dan prima. Barang-barang saya meluncur dari Bogor dan tiba di Lamongan dengan selamat sehari kemudian.3 | Kebaikan itu mendatangkan rezeki
Bukan rahasia lagi, berbuat baik mampu mendatangkan rezeki tak disangka-sangka. Pengalaman saya pribadi menegaskannya. Untuk rezeki dalam hal ini, yang saya maksud tentunya luas maknanya. Bukan cuma uang, tapi juga barang atau kesempatan.
Amplop berisi uang
September tahun lalu si bungsu ikut khitanan massal di Masjid Namira yang masyhur itu. Seperti biasa, setiap Jumat pagi saya ikut berbagi nasi bungkus lewat komunitas yang saya ikuti selama dua tahun, yakni Nasi Bungkus Community. Sebetulnya, badan agak meriang sehingga rasa malas menggelayuti.Saya tetap pergi karena Jumat pagi jarang ada relawan yang bisa hadir lantaran berbagai kesibukan. Biasanya hanya ada dua atau tiga, antara lain saya dan bendahara. Saat pamit pulang selepas ngider nasi, dia mengulurkan amplop untuk anak saya yang baru dikhitan. Saat dibuka di rumah, wow, jumlahnya besar sekali. Andai saya batal berangkat ngider, mungkin rezeki sebesar itu akan melayang. Mungkin....
Honor dibayar dengan cepat
Langkah saya lunglai ketika naik kereta dari Surabaya ke Lamongan setelah reportase sebuah acara. Lesu karena saldo ATM menipis sementara fee banyak yang mundur. Wajah saya mendadak semringah ketika sebuah email mengabari saya lolos untuk menulis tema tertentu. Faktor kelolosan utama adalah punya page khusus di blog yang membahas pembelajaran bahasa Inggris.Saya ingat pernah membuat page bertajuk English Nook berisi pembelajaran bahasa Inggris gratis yang bisa dimanfaatkan teman-teman bloger lain atau pembaca umum untuk bertanya apa saja seputar bahasa Inggris. Tak dinyana ternyata page itu mendatangkan rezeki; honor lumayan dan bahkan dibayarkan hanya beberapa hari begitu tulisan saya selesaikan.
Pengusiran yang memilukan
Bulan Oktober saya bertolak ke Pemalang Jawa Tengah untuk mengikuti Kelas Inspirasi (KI) di sana. Ini adalah KI ketiga yang saya ikuti, setelah Lamongan dan Ponorogo. Sayangnya saldo sedang tipis tapi saya mesti berangkat sebab sudah dinyatakan lolos. Berangkat dengan biaya sendiri, pulang pergi naik kereta.Kelas Inspirasi Pemalang #3 meninggalkan pengalaman dan kesan sangat mendalam. |
Untunglah, saat transit di Semarang untuk Jumatan seorang teman kuliah yang sedang mudik berkenan menjemput di stasiun dan mentraktir saya makan sepuasnya. Setiba di Pemalang seorang teman bloger asal Pemalang menghadiahi saya satu karton besar berisi teh tubruk melati yang memang kami gemari. Masyaallah, apakah traktiran dan hadiah teh akan tetap saya terima andai saya tak beranjak ke Pemalang?
Yang tak terlupakan adalah insiden pengusiran oleh ayah seorang relawan. Lazimnya relawan Kelas Inspirasi dipersilakan menginap di rumah relawan setempat untuk menunggu jadwal keberangkatan kereta yang tak jarang bertolak Subuh hari. Sayang sekali selepas magrib ayah teman ini menolak kehadiran saya. Alasannya karena mereka belum mengenal saya betul-betul. Belum lama ini, menurut sang ayah dalam bahasa Jawa Ngapak yang saya pahami, ada kasus penyisipan narkoba di rumah warga akibat menerima tamu asing yang menginap.
Rupanya saya dicurigai dan memang beliau belum mengenal dunia kerelawanan. Saya bahkan sempat diminta menyerahkan KTP. Saya pun melipir ke masjid sebelah rumahnya untuk ikut shalat Isya karena rumahnya sedang langka air. Kalut, saya pun mengontak panitia lokal agar mencarikan solusi mengingat saya tak punya dana untuk menginap di hotel atau homestay sekalipun. Syukurlah, Pak Harun selaku sesepuh KI Pemalang berkenan menampung saya di rukonya. Saya bisa beristirahat di antara deretan laptop karena ruko itu adalah tempat servis laptop dkk.
Paket besar dari Jakarta
Selepas Subuh saya meluncur ke Semarang naik kereta, disambung kereta lain menuju Lamongan. Tiba di rumah, pengalaman nano-nano itu saya kisahkan kepada istri yang justru memberi saya selamat. Itu pengalaman berharga, katanya. Ucapan selamat kedua adalah atas diterimanya dua paket dari Jakarta. Begitu membuka peti kayu itu dan melihat isinya, saya kegirangan dan langsung bersujud.
Sebuah smartwatch canggih dan kamera mirrorless tampak memesona di dalamnya. Sungguh tak terduga jika barang ini akhirnya datang. Enam bulan sebelumnya saya dan istri ikut program menulis di portal Ramadhan milik sebuah merek produk consumer yang berskala global. Hadiah yang dijanjikan tak kunjung dikirim bahkan sempat tak ada kejelasan sehingga kami merelakannya—tak berani berharap lagi.
Jika akhirnya paket itu datang, itu mungkin buah aksi kerelawanan sebagai pelicin atau booster agar hadiah itu benar-benar datang. Dua hari kemudian dua paket lebih besar datang dari perusahaan yang sama; berisi mixer dan magic com digital yang multifungsi. Jangan tanya betapa gembiranya kami dengan rezeki ini. Sebagian kami uangkan, sebagian lagi dipakai oleh adik di rumah ibu.
Apakah ada alasan untuk menunda saat kita mampu menebar kebaikan?
4 | Kebaikan itu menghadirkan inspirasi dan mengayakan hati
Fakta lain tentang kebaikan adalah bahwa ia mampu menginspirasi siapa pun, entah relawan atau donaturnya. Ini terbukti dari pengalaman saya ikut KI di Pemalang. Pak Harun yang sempat menampung saya di rukonya ternyata lelaki hebat. Beliau tak punya anak, tapi berkomitmen untuk membekali anak-anak muda dengan keterampilan. Dia cari siapa pun yang mau belajar tentang reparasi laptop untuk ikut minimal 5 tahun. Disekolahkan pula, makan pun gratis sepuasnya.
Pak Harun membagikan kisah kesuksesan dan membangun semangat kemandirian. |
Untuk mereka disediakan kos khusus, terpisah laki-laki dan perempuan dan bahkan akan digaji setiap bulan yang nilainya besar untuk ukuran Pemalang. Apalagi gaji itu utuh mengingat makan mereka gratis dan masih ditambah bonus pengerjaan setiap kali mereka tuntas atau berhasil mereparasi laptop dari pelanggan.
Saya bergumam, "Wah, enak betul!" Saya menyerap energi positif dari Pak Harun bahwa kebaikan berbagi menular dan menginspirasi. Fragmen itu sungguh mengayakan hati. Pak Harun adalah contoh lelaki yang nyata menebar kebaikan demi membangun kemandirian. Kepeduliannya tanpa pamrih karena didasari cinta kasih.
5 | Kebaikan itu menyehatkan
Saya pernah cerita tentang pasutri tetangga yang kaya raya di dusun kami. Pak Mo dan Bu Mo—sebut saja nama mereka demikian. Sebagai orang terkaya, mereka rajin bersedekah dan membantu sesama. Masjid dan panti mereka tolong, tetangga yang tak mampu mereka dukung agar mandiri. Allah rupanya menguji keduanya dengan penyakit: Pak Mo kena diabetes sementara Bu Mo menderita sakit empedu—bahkan pernah dioperasi.
Namun tak sekali pun terdengar keluhan dari mereka akibat penyakit itu. Bahkan saya tak pernah melihat pendar kesedihan atau rasa sakit setiap kali bertemu mereka. Saya yakin itu berkat kemurahan hati mereka sehingga Allah tetap memelihara mereka dalam kelapangan rezeki dan kebugaran raga meskipun diuji sakit. Saya yakin kebaikan berbagi telah berkontribusi pada kesehatan meeka hingga kini. Sebagaimana saya sendiri yang merasa semakin sehat saat bersedekah selepas Subuh setelah mendengar tausiyah Syaikh Jabir di televisi walaupun masih sulit konsisten.
6 | Kebaikan itu menenteramkan hati
Berbuat baik, dalam bentuk apa pun—entah uang, tenaga, atau pikiran—selalu membuat hati tenteram. Pikiran tenang dan hati adem, itulah yang terasa setiap kali menuntaskan aktivitas sosial di mana pun. Tahun 2012 kami pernah kelaparan—hanya pegang uang 10.000—akibat honor mengedit dan menerjemahkan buku yang tak kunjung dibayar. Padahal si bungsu baru seminggu lahir dan motor kami yang sudah lunas dicuri orang saat belanja di minimarket.
Itulah alasan saya ikut aneka kegiatan berbagi nasi, seperti Bernas di Bogor dan NBC di Lamongan. Orang kelaparan sangat menyedihkan, tak berani meminta tapi perut melilit seolah tiada harapan. Kalau tak menjaga hati, bisa-bisa bertindak kejahatan atau rela meninggal dunia seperti yang terjadi di Tangerang beberapa waktu lalu akibat kelaparan. Sungguh tragis jika ada orang yang perutnya sakit karena kelaparan sementara orang lain sakit perut karena kekenyangan.
Perasaan itulah yang melingkupi jiwa raga serampung membagikan nasi atau bantuan lain baik bersama komunitas maupun secara pribadi. Ada kepuasan yang tak tergambar dalam kata-kata tatkala melihat senyuman orang-orang yang menerima. Sama bahagianya ketika saya tuntas mendongeng di depan anak-anak korban gempa di Desa Cibunian Kecmatan Pamijahan Bogor akhir 2013 silam.
Andil kecil untuk menumbuhkan semangat agar tidak kerdil. |
Atas ajakan sebuah LAZ, saya berangkat bersama dengan membawa alat peraga dan buku-buku cerita untuk dibagikan di sana. Bukan hanya antusias mendengarkan dongeng agar mereka tidak trauma, anak-anak juga semringah ketika menerima hadiah tas sekolah beserta alat tulis, juga susu, sosis, mi instan, dan amplop berisi uang. Adakah yang lebih menenteramkan dibanding kepuasan batin melihat keceriaan wajah mereka di dataran tinggi yang sejuk itu yang jalannya terjal berkelok di sisi jurang nan tajam?
CARA MEWARISKAN KEBIASAAN BERBAGI
1 – Menonton video atau tayangan teladan
Sebagai generasi Z yang sering dibilang sebagai digital natives, anak-anak perlu didorong untuk mengikuti kebiasaan berbagi melalui media digital, seperti video di Youtube atau aplikasi yang mendidik. Jika tersaji secara visual dengan warna memikat dan gerak yang dinamis, juga audio yang mumpuni, mereka akan cenderung tertarik dibanding membaca buku misalnya. Ini tentu saja bukan mengurangi peran buku, melainkan langkah awal saja.Dua anak kami sangat menikmati serial animasi Nusa di kanal Youtube dan tak jenuh memutar tayangan lagu Waheshna yang dibawakan oleh Maher Zain. Bagian paling menyentuh tentulah saat bapak penjaja jagung memberikan jagung gratis kepada anak yang tak bisa membayar—yang patut diduga anak yatim atau dhuafa. Anak-anak lain yang turut membeli lalu menyadari bahwa bapak pemurah ini ingin berangkat ke Tanah Suci. Mereka lantas sepakat untuk menggalang dana dan mengutarakan niat itu kepada orangtua.
Gayung bersambut, para orang dewasa mendukung ide itu sepenuhnya. Oh, sungguh mengharukan ketika anak-anak berhati malaikat ini berhasil menghimpun dana dan membelikan tiket umrah untuk bapak penjual jagung yang ingin berjumpa Kakbah. Diputar berulang, dengan melodi yang rancak, lagu ini sering membuat saya menitikkan airmata. Takjub akan kebaikan anak-anak yang berinisiatif berbuat baik, juga karena saya merindukan Kakbah seperti sang bapak.
2 – Ajak ke lapangan
Cara berikutnya adalah mengajak anak-anak untuk terjun langsung ke lapangan. Dahulu ketika masih aktif di Bernas (Berbagi Nasi) Bogor, sesekali kami libatkan anak-anak saat kami menyisir jalanan Bogor pada malam hari setiap Jumat pekan kedua dan keempat. Mereka turut mengangsurkan nasi untuk orang-orang tak beruntung, yang menginap di emperan toko sepanjang Jalan Suryakencana—atau yang rebahan karena sakit di emperan ruko Jl. Merdeka tak jauh dari Stasiun Bogor.Cara itu terbilang ampuh. Mereka tak perlu mendapat penjelasan yang menggurui sebab telah melihat secara langsung dan memberikan penilaian sendiri. Menolong orang tidak butuh bahasa yang rumit. Meringankan beban sesama tak butuh langkah jelimet agar bisa sampai. Bahasa kasih sayang begitu gamblang dan lugas apa adanya sehingga anak-anak pun bisa dilibatkan dengan tetap bersyukur dan percaya diri.
3 – Mengenalkan pada sosok pemurah
Setelah menikmati video inspiratif dan punya pengalaman terjun langsung untuk berlatih bersedekah, anak-anak bisa dikenalkan kepada orang atau sosok yang bisa mereka teladani. Berbeda dengan tayangan video karena seolah ada jarak, lewat cara ini anak-anak dapat berinteraksi langsung dengan sosok pemurah itu. Tak harus orang yang punya nama atau popularitas secara sosial. Tetangga atau teman kita sendiri pun cukup.Selain pada pemilik Masjid Namira yang sangat baik hati, saya mengenalkan anak-anak pada bendahara NBC yang juga pemurah, bukan hanya kepada karyawannya sendiri tetapi juga pada rekan sesama relawan dan orang asing. Dia memang ringan tangan, tak segan memberi atau membantu. Dulu dia bekerja di bank konvensional dengan gaji besar lalu berhenti karena konon ingin menjauhi praktik ribawi. Kebetulan ia punya usaha sehingga jadi tempat orang meminjam uang. Selain di NBC, ia pun aktif sebagai relawan di Masjid Namira yang fenomenal itu. Ramadhan tahun ia setidaknya belasan juta ia gelontorkan untuk paket sembako buat dhuafa yang terdampak Corona.
Masih Banyak Masyarakat Terdampak Corona Membutuhkan Bantuan, selengkapnya >> https://t.co/q5Y0VD2lpi pic.twitter.com/sA4ZjmE4bv— Dompet Dhuafa (@dompetdhuafaorg) April 25, 2020
4 – Menabung untuk beramal
Langkah yang tak kalah produktif adalah mengajak anak menabung dengan tujuan beramal. Saya sebut produktif karena manfaatnya berlipat. Selain membangun pribadi hemat dengan menahan keinginan, menabung akan memudahkan mereka menyumbang dalam jumlah besar—tentu sesuai kekuatan logis mereka. Ada kebanggaan tersendiri saat mereka menyisihkan uang untuk kegiatan amal. Entah untuk korban bencana atau bahkan sesederhana mentraktir temen sekelas yang tak punya ayah.Agar lebih bersemangat, tak ada salahnya kita tawarkan reward atau imbalan jika target tertentu tercapai. Imbalan tak harus berupa uang, tapi menyangkut hal yang mereka sukai. Misalnya ditraktir di kedai favorit sepuasnya, dibelikan buku sesuai keinginan, atau dibantu membeli mainan yang selama ini diincar. Dengan cara seperti ini, mereka akan belajar menahan diri sekaligus berempati sehingga perlahan-lahan memahami makna berbagi.
5 – Tokoh sejarah penyayang
Kiat lain yang kami terapkan agar anak semangat berbagi adalah lewat perkenalan dengan tokoh-tokoh penting dalam sejarah. Penting di sini maksudnya punya kualitas unggul yang layak diteladani. Entah lewat buku atau browsing di Internet, mereka sama-sama menikmati. Yang paling sering tentu sejarah Nabi Muhammad dan para sahabat yang terkenal pemurah dan penuh kasih sayang. Dilanjutkan dengan para pengikut yang lebih jauh hingga nama-nama yang sering diceritakan dalam buku tasawuf atau kisah teladan.Menebar kebaikan adalah gerakan lintas wilayah dan keyakinan. Tak terbatas oleh sekat geografis, agama, atau kebangsaan. Tokoh-tokoh terkenal seperti Mother Theresa, Jack Ma, atau filantropis dunia seperti Bill Gates juga bisa menjadi sumber inspirasi agar cakrawala berpikir mereka berkembang luas dan semangat menebar kebaikan semakin membuncah tanpa khawatir menderita hanya karena membantu sesama sebab contoh-contoh nyata telah hadir begitu meyakinkan. Apalagi melihat Bill Gates yang bukan hanya gemar beramal, tetapi juga pebisnis dan ilmuwan yang bisa memantik kreativitas mereka untuk mengejar aspirasi yang sama.
Keluasan rezeki vs keluasan hati
Ternyata berbagi begitu menyenangkan, bahkan punya manfaatkan ganda bagi anak-anak saat tokoh yang diperkenalkan ternyata punya profesi yang mengagumkan. Melihat kembali perjalanan kami sebagai pasutri, hidup kami jelas beyond expectation: sungguh sangat kami syukuri karena begitu banyak yang kami peroleh tidak melulu dalam bentuk materi. Saya jadi merenungkan frasa yang sudah kadung populer dalam masyarakat sosial kita.Frasa yang tepat menurut saya adalah keluasan hati. Sebab kenyataan membuktikan bahwa jika hati seseorang begitu lapang, luas dalam menampung rahmat Allah, maka sesedikit apa pun hartanya maka ia akan tergerak untuk membantu. Kalau fokus pada tercapainya keluasan rezeki, mungkin akan sulit bagi kita untuk bisa berbagi lantaran merasa terus kurang dan kurang. Dengan demikian keluasan hati adalah sebuah sikap mental yang harus kita definisikan sendiri sebagai sebuah identitas yang membuat kita siap berbagi kapan saja, di mana saja, dalam kondisi apa saja. Insyaallah!