Beruntung banget ponsel atau smartphone masih kembali ke pelukan, eciye. Betapa tidak, berkali-kali ke Surabaya baru kali ini hati mpot-mpotan gara-gara ketinggalan hape. Padahal hari itu harus komunikasi via WhatsApp dengan teman-teman yang juga akan meliput peluncuran Acer Predator yaitu gaming laptop yang sangat menggiurkan untuk dimiliki.
Ihya mengantar saya ke lokasi acara, sebuah resto kekinian yang terletak di sebuah rooftop ruko. Saat tiba di sana, suasana cukup ramai oleh banyak undangan yang sebagian besar gamer dan jurnalis. Tanpa menunggu lama, saya segera meraih piring untuk bersantap siang.
Sayang sekali, untuk kaliber resto yang banyak dibicarakan di Surabaya, rasa makanannya tidak terlalu wow alias biasa-biasa saja. Baik pilihan menu maupun rasanya tidak mengesankan untuk dibahas. Mungkin mereka lebih menjual ambience unik di tengah kota yang langka.
Kopdar sama Evi
Presentasi yang dilakukan oleh Pak Wiyaseno dan Mas Dimas dari Acer lumayan menyegarkan pikiran. Predator Triton 300 siap menggebrak pasar gaming nasional dengan harga 16 jutaan, terbilang murah dibanding merek pesaing, apalagi desain dan materialnya sangat wah.
Dalam acara ini kami sempat kopdar alias kopi darat dengan Evi Sri Rezeki, bloger Bandung yang kebetulan sedang merampungkan proyek di Surabaya. Ia dijemput suaminya tepat di depan Royal Plaza tempat kami semua berpisah. Walaupun singkat, perjumpaan sesama bloger adalah hadiah indah tersendiri.
Mbak Muna sudah meluncur ke Gedangan untuk meramaikan acara khitanan keponakannya. Anggi dan Mbak Nurul pulang ke rumah masing-masing, sedangkan Mbak Malica akhirnya pulang sendiri ke Lamongan lewat Bungurasih karena saya memutuskan menginap di Surabaya.
Lezatnya makan di warteg
Minggu pagi saya harus bertolak ke Madiun yang dikenal dengan julukan Kota Gadis. Beginilah risiko hidup menjalani berbagai peran. Harus seimbang bekerja dan sosial. Capek juga sih, tapi senang. Daripada pulang ke Lamongan dan esok pagi berangkat lagi naik Sulam, saya pikir menginap di rumah Ihya jadi pilihan cerdas. Bisa sekalian istirahat dan makan di warteg.
Haha, ya inilah kenikmatan yang selalu saya bayangkan ketika berkunjung ke rumahnya. Terletak di belakang kampus UINSA, tak heran jika di sekitar rumah sahabat saya ini dipenuhi warung makan khas mahasiswa salah satunya warteg yang menunya spesifik dan unik.
Istri saya juga suka makan di warteg, semacam mengembalikan memori saat masih tinggal di Bogor. Harap maklum, Lamongan tidak punya warteg, apalagi mcdonald's yang seminggu saja konon langsung gulung tikar.
Alhamdulillah, liputan lancar dan reuni sama Ihya kami rayakan di warteg langganan. Murah meriah tapi rasanya nendang banget. Baik pilihan menu dan rasa boleh dibilang melampaui resto tempat saya meliput acara Acer. Mungkinkah karena selera saya ndeso? Namanya bisnis kuliner, selera pelanggan bisa beda-beda.