Picking and packing adalah pekerjaan yang sangat populer di kalangan backpacker di Australia. Bisnis agrikultur sangat berkembang dan besar potensinya di Negeri Kanguru. Tak heran jika setiap musim petik dibutuhkan ribuan pekerja untuk memetik buah yang sudah ranum. Buah jeruk (citrus), mangga, blueberry, alpukat, dan anggur menjadi buah yang paling sering mencari pekerja lepas.
Pekerja yang melakukan pemetikan bisa dibayar setiap jam atau menurut jumlah petik/kotak yang berhasil dikumpulkan. Mereka yang berkemampuan fisik unggul disarankan memilih penghitungan menurut peti/kotak sebab upah yang akan diterima bisa lebih besar.
Dengan visa WHV kita bisa ikut memetik dolar Australia.
Memetik dolar dengan mudah
Peluang lain yang bisa dikerjakan untuk memetik dolar di Australia adalah bekerja sebagai stocktaker atau pengambil data di pabrik. Tugasnya melakukan entri data produk sesuai pesanan klien retail. Meskipun mudah, dibutuhkan ketelitian dan kecekatan untuk melakukan pekerjaa ini. Di ranah ini satu jamnya bisa dibayar 25 dolar Australia atau setara 250 ribu rupiah seiring kenaikan UMR di sana belum lama ini.
Jika ingin mencoba peruntungan lain, silakan menjajaki peluang di tempat penjagalan sapi. Mengingat Australia adalah negara dengan peternakan sapi terbesar di dunia, wajarlah jika industri perdagingan membuncah di sana. Seorang teman pernah menceritakan pengalamannya yang menikmati pekerjaan di sebuah tempat penjagalan.
Pekerjaannya enak dan bayarannya lumayan, hanya saja tetap harus diirit dalam penguaran karena harga makanan di sana cukup mahal, termasuk buah-buahan. Solusinya bisa dengan membeli sembako mentah lalu dimasak sendiri. Begitulah kalau ingin ikut memetik dolar di Negeri Kanguru atau Australia.
Mengapa orang akhirnya menyerah? Banyak faktor yang melatarbelakanginya. Kenapa orang memilih untuk berhenti dan tidak melanjutkan apa yang selama ini kejar dan perjuangkan? Tidak sedikit penyebab yang mendorongnya bersikap begitu. Di antara berbagai sebab mengapa orang give up, setidaknya ada 16 hal yang bisa dituliskan sebagaimana saya sarikan dari Anna Vital.
salah satu alasan orang menyerah adalah tak sabar menjalani proses.
Alasan orang menyerah
Mengharap hasil yang cepat
Tidak percaya diri
Terlalu memikirkan masa lalu
Fokus pada kesalahan
Takut mengahadapi masa depan
Tak mau menerima perubahan
Tak memaksimalkan potensi
Fokus pada kelemahan diri
Yakin dunia harus melayaninya
Takut gagal
Tak mampu membayangkan kemungkinan
Takut kehilangan
Terlalu ngoyo atau memvorsir
Merasa kasusnya istimewa
Memandang kegagalan sebagai titik berhenti
Mengasihani diri sendiri
Pernahkan Anda merasakan salah satu atau bahkan seluruh gejala tersebut, teman-teman? Apa yang kalian lakukan untuk mengatasinya? Apakah sekarang masih suka menyerah atau sudah berubah?
Buku-buku bagus terus ditulis tapi bagaimana dengan kualitasnya? Beragam tema dan topik digarap dan dituangkan dalam bentuk tulisan. Tak terkecuali dalam dunia bisnis dan ekonomi. Ada beberapa buku yang menurut saya bagus sehingga cocok dikonsumsi bagi para pebisnis baik profesional maupun pemula. Intinya buku-buku ini bisa dibaca oleh semua kalangan yang ingin serius menggeluti bisnis atau menumpuk kekayaan dari usaha.
Buku-buku seputar bisnis untuk memicu kesuksesan usaha.
1 | The Millionaire Mind
Thomas J. Stanley adalah seorang akademi yang meneliti puluhan orang sangat kaya atau miliarder di Amerika. Tom memaparkan hasil temuannya dengan data menarik betapa orang kaya sejati dan orang kaya wannabe sangatlah berbeda. Buku ini mengungkap apa rahasia para miliarder bisa menjadi seperti diri mereka sekarang.
2 | Speedwealth
Seperti namanya, "Speedwealth" yang ditulis T. Harv Eker membahas kiat-kiat praktis agar usaha kita cepat mengalami lompatan atau akselerasi yang signifikan. Eker memandu dengan pembahasan yang padat dan bernas disertai contoh yang menggugah. Sangat inspiratif karena Eker sendiri telah membuktikannya.
3 | Never Eat Alone
Buku karangan Keith Ferrazzi ini merinci pentingnya membangun jaringan sejak awal. Kita tak mungkin bisa sukses sendirian dan ketika sukses tak mungkin bisa bertahan jika tak membagikan hasil kesuksesan tersebut. Menikmati kekayaan sendiri tetap saja menyakitkan, maka berbagi adalah kunci.
4 | Success
Andrea Molloy adalah coach dan pebisnis asal Selandia Baru. Dia menyatakan bahwa kesuksesan bisa diwujudkan oleh siapa pun asalkan dia paham rahasianya. Sukses bukan impian, tapi bisa jadi kenyataan. Andrea memberikan panduan dan contoh yang jelas sehingga pembaca bisa mengikuti sarannya dengan cermat dan terukur.
5 | The Power of Kepepet
Buku terakhir ini ditulis oleh Jaya Setibudi atau akrab disapa Bang Jay. Pengagas Entrepreneur Camp ini sudah sering gulung tikar alias mengalami kebangkrutan usaha. Bahasanya provokatif, pendekatannya nyeleneh, dan tipsnya makjleb, tanpa tedeng aling-aling. Dia yakin membuka usaha itu mudah dan tak perlu nunggu kepepet. Namun kalau sudah kepepet, apa boleh buat?
Nah, bagaimana dengan sobat pembaca? Apakah punya judul buku lain sebagai inspirasi bagi pebisnis pemula?
MENYEBUT SUMEDANG, sebagian besar kita mungkin segera membayangkan tahu lembut yang gurih setelah digoreng dan dimakan. Sebuah produsen tahu susu bakso yang cukup kondang di Jogja pun mengaku belajar soal pembuatan tahu yang bagus dari pembuat tahu di Sumedang. Namun mungkin tak banyak yang tahu bahwa kota asal ubi madu Cilembu ini juga punya potensi lokal yang bernilai tinggi yakni hanjeli (Coix lacryma-jobi).
Namanya boleh jadi masih terdengar asing di telinga kita karena tanaman ini belum banya dikembangkan sebagai komoditas lokal yang bisa dijual. Saat disebutkan, hanjeli malah mungkin mengingatkan pada salah satu protagonis dalam film India Kuch Kuch Kota Hai yang menuai sukses besar belasan tahun silam. Itu dulu, sebelum hanjeli diketahui punya potensi profit. Kini di Kecamatan Wado, Sumedang,hanjeli mulai diburu orang karena menjanjikan keuntungan.
Pengganti beras yang naik kelas
Adalah Koperasi Warga Tani (KWT) Pantastik di Desa Sukajadi Kabupaten Sumedang yang mengajak para petani setempat untuk mau bertani dan mengolah hasil tanaman hanjeli atau jelai atau enjelai. Hanjeli diketahui memiliki kandungan karbohidrat sebesar 76,4%, sedangkan beras sebesar 87.7%. Fakta ini menegaskan bahwa hanjeli bisa dimanfaatkan sebagai pengganti bahan pangan pokok seperti beras yang selama ini kita andalkan.
Indonesia sebenarnya kaya dengan sumber karbohidrat yang mungkin tak dimiliki negara lain. Sebut saja sagu, ganyong, gembili, sukun, porang, hingga jelai atau hanjeli. Selain memetik banyak khasiat antara lain mengontrol kadar gula, menetralkan radikal bebas, mempercepat proses penyembuhan luka, dan menurunkan berat badan, dengan mengonsumsi jelai berarti turut menjaga keragaman bahan pangan lokal kita.
Dengan tekstur kenyal dan rasa seperti kacang, jelai memang mirip gandum yang banyak mengandung nutrisi sehingga disebut-sebut mampu menurunkan kadar kolesterol serta menyehatkan jantung. Tak heran dengan potensi manfaat sebanyak itu, sejak 2019 Dompet Dhuafa menjalin kerja sama dengan KWT Pantastik Desa Sukajadi dengan program bertajuk “Program Pengembangan Usaha Tanaman Pangan Lokal Hanjeli” di Kecamatan Wado, Kabupaten Sumedang.
Pengolahan hanjeli atau jelai menjadi aneka produk siap santap yang bergizi.
Para petani mengolah hanjeli atau jali-jali menjadi beragam produk seperti nasi (pengganti beras), tepung, opak, kerupuk, teng-teng, rengginang, sereal, brownies, dan aneka cookies atau kue basah lainnya. Singkat kata, potensi ekonomi jelai sangat menjanjikan jika digarap dengan serius untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pemberdayaan lewat zakat
Bisa dibilang hanjeli adalah pengganti beras yang sedang naik kelas, karena mudah ditanam dengan potensi yang sangat menjanjikan. Pengembangan hanjeli atau jelai di Wado Sumedang adalah wujud nyata betapa dana zakat bisa dimanfaatkan untuk memberdayakan masyarakat. Dompet Dhuafa bukan hanya menyalurkan dana zakat, tetapi juga menyediakan pendampingan bagi KWT Pantastik, mulai dari memfasilitasi pelatihan olahan hanjeli, proses produksi, distribusi hingga pemasaran.
Pohon jelai (kiri) dan olahan jelai berbentuk bubur siap santap (kiri) [Foto: dompetdhuafa.org]
Biji jelai lebih kecil dibanding bulir beras, akan tetapi saat diolah rasanya menyerupai nasi. Jelai atau hanjeli lebih dahulu dikenal pada masyarakat Dayak yang mengolahnya menjadi nasi jelai, bubur, dan kue. Dengan dukungan budidaya, produksi, dan pemasaran yang memadai, kita optimistis potensi lokal ini mampu menyejahterakan petani.
Salah satunya Ibu Jojoh, petani binaan KWT Pantastik, yang berharap bisa meraup tambahan penghasilan sebagai berkal berangkat ke Tanah Suci. Melihat obsesi Bu Jojoh, kita bisa menyimpulkan betapa hanjeli membawa harapan baru bagi petani yang mungkin selama ini jauh dari kata sejahtera. Jelai atau hanjeli menjadi bibit kemakmuran yang bisa mereka panen kelak.
Bu Jojoh bermimpi bisa pergi haji berkat panen jelai atau hanjeli.
Bergeliatnya pasar hanjeli atau jelai atau jali-jali di Sumedang boleh jadi fenomena gunung es yang hanya menunjukkan bagian kecil saja. Para ahli bahkan menyebut Nusantara sebagai kawasan mega diversity karena Indonesia memiliki potensi lokal yang sangat kaya dan berlimpah sehingga tugas kita mengolah dan mengembangkannya secara produktif. Sentuhan zakat di Wado Sumedang terbukti mampu menyulap potensi lokal menjadi bisnis agroindustri yang mendatangkan keuntungan finansial demi mewujudkan kesejahteraan para mustahik.
Tukang angkut batu jadi petani kopi
Potensi lokal yang tak kalah fenomenal adalah kopi. Ya, siapa yang tak kenal biji ajaib ini. Kita tentu tak menampik adanya fakta bahwa sebuah ritel kopi raksa menguasai pangsa pasar yang besar di seluruh dunia. Kedai dan warung kopi terus bermunculan di berbagai sudut kota di Indonesia. Kopi tubruk atau kopi susu, sama-sama menjanjikan keuntungan yang nyata. Apalagi fenomena kehidupan serbadigital saat ini mendorong orang bekerja mobile di kafe-kafe yang kian membuat kopi menemukan momentum menjadi industri yang gurih ditekuni.
Di antara pelaku usaha itu, ada seorang petani bernama Samsinar. Sehari-hari ia bekerja sebagai pengangkut batu dan kayu bakar sementara sang suami berprofesi sebagai pedagang ayam. Demi memperbaiki kondisi ekonomi, pada tahun 2014 mereka pun memutuskan menjadi petani kopi. Langkah mereka rupanya tak mulus begitu saja. Mereka harus rela dicemooh oleh tetangga dan warga sekitar lantaran dianggap terlalu nekat membuka lahan seluas seperempat hektar untuk ditanami kopi.
"Hidup saja masih seperti itu (susah) tapi berani buka ladang kopi seluas itu. Pasti tidak akan sanggup."
Namun Samsinar dan keluarga menanggapinya dengan berdoa agar usahanya berhasil sehingga akan ditiru oleh orang-orang di sekitar. Ia setulusnya berharap agar warga setempat yang hidupnya dulu susah menjadi sejahtera berkat tanaman kopi yang akan mereka tanam.
Begitulah, ia dan suaminya terus giat menggarap lahan dan merawat kopi mereka di Nagari Sirukam, Kabupaten Solok, Sumatera Barat yang memang memiliki menyimpan potensi alam berlimpah. Salah satunya kopi Arabica Solok yang ternyata mampu menjadi komoditas unggulan dengan peminat yang selalu mengincarnya. Ia dan suami bertekad untuk menangkap peluang itu dengan terus mengembangkan usaha meskipun belum banyak masyarakat sekitar akan potensi tersebut.
Gayung pun bersambut ketika tahun 2019 Dompet Dhuafa dengan dukungan penuh dari para donatur menggulirkan program pemberdayaan untuk Kelompok Tani Sirubuih Indah Nan Jaya yang beranggotakan 25 orang. Samsinar dan suaminya beruntung menjadi salah satu penerima manfaat program tersebut. Fasilitas yang diberikan mulai dari penyediaan bibit kopi hingga tempat pengolahan pascapanen. Para petani yang tergabung juga mendapat pendampingan, pembinaan, pemasaran, hingga pengolahan limbah menjadi pupuk kompos.
30 ton kopi per bulan untuk dieskpor
Buah kerja keras mereka pun terbayar dengan kegembiraan luar biasa. Lahan yaang dikelola Samsinar kini mencapai 2,5 hektar yang semula hanya 0,25 hektar. Dengan total 2.500 batang kopi, setiap 15 hari mereka mampu memanen rata-rata 200-300 kg. Untuk pemasaran, mereka tak perlu risau sebab Pasar Koperasi Solok Radjo bisa menampung sekitar 30 ton per bulan untuk diekspor ke sejumlah negara asing seperti Jepang, Amerika, dan Thailand.
Dari Samsinar dan Bu Jojoh kita belajar tentang arti impian dan keuletan. Setiap pilihan mengandung pilihan, termasuk dicemooh orang yang belum bisa membaca peluang. Kisah mereka juga menunjukkan pentingnya optimisme, bahwa dana zakat yang terkumpul bisa dikelola dan didistribusikan untuk memberdayakan masyarakat.
Zakat bukan melulu menjadi dana yang habis sekali pakai, tetapi menjadi modal produktif untuk membantu program pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan. Sebagaimana telah terbukti di Wado Sumedang dan Nagari Sirukam, zakat bisa mendorong peningkatan ekonomi khazanah lokal menjadi produk yang menguntungkan sehingga kebahagiaan bisa menular lewat manfaat luas baik bagi muzakki maupun mustahik.
Bank syariah membangun langkah
Dengan dukungan sektor keuangan seperti Bank Syariah, maka usaha-usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) akan mampu Tumbuh Seimbang Berkelanjutan dengan kinerja yang memuaskan karena dimonitor berbagai stakeholder yang ingin Indonesia mengalami kemajuan.
Tumbuh harus menjadi nilai yang diutamakan agar usaha bergerak dari kecil menuju progres yang diharapkan. Keseimbangan perlu diwujudkan lewat kolaborasi yang membuat usaha cepat melesat dengan mengedepankan sisi keberlanjutan baik dari segi profit maupun kepedulian bagi majunya produk-produk kerakyatan.
Nah, sobat doers, sekarang kalau mendengar lagu "Si Jali-jali" khas Betawi, jangan cuma ingat kerak telor ya. Jangan lupakan jelai atau hanjeli yang kaya manfaat dan potensi ekonomi sebagaimana disebutkan dalam lagu bahwa jali-jali memang enak sekali, bisa bikin senang hati. Apalagi ditambah secangkir kopi, aduhai sedap sekali.