Saya mulai ngeblog sejak 2007, saat masih kerja kantoran. Semula bikin di Multiply, lalu beralih ke blogspot, entah punya berapa blog--semuanya diisi atas dasar senang-senang karena memang awalnya hanya ikut teman. Barulah tahun 2011 ketika sudah resign dari pekerjaan, saya serius menggeluti blogging di platform Wordpress yang masih saya rawat hingga kini sebagai BBC (Blog Belalang Cerewet).
Setelah berkali-kali ikut kompetisi blog selama setahun dengan hasil nihil, tahun 2013 akhirnya menjadi tonggak ketika saya memenangi lomba menulis tentang trailer buku. Jadi sebelum buku itu diluncurkan, penerbit telah menyiapkan trailer di Youtube sebagai bocoran untuk dibahas dengan tema sesuai isi buku yang akan dirilis. Bagi saya kompetisi ini unik, baik gaya maupun hadiahnya, hehe. Satu buah Windows Phone pun mendarat di tangan, tatkala Android belum merajai seperti saat ini.
Ngeblog mirip memasak
Sejak saat itu, menyadari blog bisa diandalkan sebagai pendulang cuan, saya kian mantap menekuni blogging. Mulai memperbaiki struktur kalimat, sesekali diselingi humor, mengedit foto, dan terutama berusaha membangun konsistensi menulis agar pembaca rutin mendapatkan pembaruan yang ajek.
Namun perkara itu jelas enggak mudah, sebab saat itu saya juga tengah merintis usaha kue yakni wingko Babat. Camilan khas Kecamatan Babat, Kabupaten Lamongan ini kami produksi sendiri dan kami titipkan di lapak-lapak terdekat yang punya potensi pasar yang besar. Dari sana kami mengenal produsen kue lain, antara lain lemper bakar, risoles, dadar gulung, dan tentu saja klepon.
Kenikmatan klepon karena tekstur dan rasanya, juga aromanya yang bikin semangat: on fire! (Foto: dok. pri) |
Kudapan terakhir itu paling 'nendang' karena bisa diterima di semua lidah dengan citarasa yang khas. Apalagi beberapa waktu lalu camilan tradisional ini sempat viral di media sosial lantaran dianggap kurang syar'i. Enggak heran kalau pamornya tetap mocer sebagai pengisi perut yang aduhai.
Menurut saya, alasan utama klepon disukai dan jadi primadona adalah sebab namanya. Itu karena namanya KLEP-ON, jadi siapa pun yang mengudapnya bisa mendapat suntikan energi untuk selalu ON! Beda lagi kalau namanya KLEP-OFF, agak sulit dibayangkan dampaknya, haha. Oke oke, ini humor yang jayus banget, so last year.
Namun saya serius ketika menulis bahwa kuliner itu enggak ada matinya. Saya juga enggak bercanda saat menyatakan bahwa industri kuliner ternyata menjadi penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi kreatif. Itu kata Menkeu Sri Mulyani sewaktu pandemi mulai melandai. Begini ujar beliau di akun Instagramnya.
“Berdasarkan data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, kuliner sebagai sub sektor penyumbang PDB terbesar dari ekonomi kreatif, rata-rata tiap tahun sekitar 43% dari total PDB ekonomi kreatif."
Bisnis kuliner memang menggiurkan walau harus diakui melibatkan rangkaian panjang sebelum produk disajikan atau diperjualbelikan. Dari proses memilih bahan, meracik bumbu, dan pengolahan, hingga pengemasan, ada proses yang tak bisa instan.
Nasi kebuli buatan sendiri, lebih enak karena bisa nambah sepuasnya. (Foto: dok. pri) |
Baik memproduksi wingko Babat maupun nasi kebuli, saya selalu membersamai istri dari awal sampai tuntas. Kegiatan memasak bersama ini membuat saya terilhami untuk memandang blogging dari perspektif dapur. Jika ingin bertahan sebagai bloger di tengah persaingan dan kemajuan zaman, beberapa inspirasi berikut bisa diadopsi sebagai kiat atau pelajaran.
1 | Mengiris bawang merah: harus tabah
Kalau ada teman yang terlihat berurai air mata, bukan berarti dia menangisi kepergian mantan. Boleh jadi mungkin ia sedang atau baru saja menyelesaikan tugas dapur yang mulia, yakni mengiris bawang.
Kenapa mulia? Sebab bawang merah boleh dibilang komponen wajib dalam hampir semua resepan masakan Nusantara. Sensasi segar dan rasa yang unik dari ulekan atau irisan bawang merah sangat memperkuat citarasa masakan.
Dalam blogging, kita harus mau melewati perjuangan dan pengorbanan jika ingin meraih kenikmatan, entah berupa post yang viral atau cuan dari tulisan. Dalam profesi apa pun, hampir tak ada orang yang langsung enak tanpa melalui pengorbanan berdarah-darah dan 'menangis' sebagaimana dilambangkan oleh aktivitas akibat mengiris bawang.
2 | Mengulek bumbu: rencanakan secara bertahap!
Waktu diminta mengulek, entah sambal atau bumbu lain, saya kerap mengeluh sebab harus mengeluarkan tenaga ekstra agar komponen di atas cobek bisa halus seluruhnya. Ternyata cara saya kurang tepat. Alih-alih mengulek semuanya, saya mestinya mengulek sebagian dahulu, sedikit demi sedikit. Ketika satu bagian sudah lembut, saya mulai mengambil bagian lain dalam cobek untuk diulek.
Dalam blogging pun kita enggak bisa menghadapi blog dengan serampangan. Untuk menjadi bloger yang sukses, kita harus punya perencanaan yang mantap, baik dari sisi konten maupun penyajian. Apalagi sekarang ketika medsos bisa menjadi corong bagi kemajuan blog kita, maka harus ada manajemen yang rapi.
Perlu ada penetapan skala prioritas agar tidak semua segmen dieksekusi pada saat yang sama, yang berakibat pada terforsirnya energi kita. Harus tahu dan bisa membuat rencana bertahap mana dulu yang harus diselesaikan. Kalau perlu dilakukan pemetaan masalah atau manajemen konten, lebih-lebih kalau blog kita mengambil niche tertentu. Kita kudu siapkan strategi untuk mengubah setiap rencana menjadi aksi yang sukses (tak harus berupa uang).
3 | Ada yang sensitif seperti santan
Suatu kali saya mendapat tugas untuk membantu pembuatan kolak pisang dan ubi merah. Tugas saya hanya mengaduk santan, tapi ternyata santannya pecah! Itu akibat keteledoran saya yang mendiamkan santan tanpa diaduk padahal panci sedang berada di atas tungku yang menyala.
Sebagai ranah lain, dalam blogging ada hal-hal sensitif yang perlu kita perhatikan. Tak semua bahan atau materi bisa kita unggah sebagai tulisan. Hal-hal privat seperti rahasia keluarga (misalnya pasangan) tentunya tak perlu kita sajikan sebagai konsumsi publik. Sebagaimana isu-isu yang menyinggung SARA yang harus kita hindari dengan berbagai pertimbangan. Peka dan empatik, itu kata kuncinya!
4 | Gula + garam aka kreativitas
Kelezatan makanan biasanya identik dengan gurih. Tentunya selsin lagi kue atau kudapan serupa ya. Rasa gurih normalnya didapatkan dari vetsin atau MSG yang sudah sangat populer di negeri kita.
Namun seiring waktu berjalan, penggunaan bahan ini dibatasi atau bahkan ditiadakan demi alasan kesehatan. Untuk menggantinya, kita bisa menggunakan gula dan garam yang dicampur bersama dalam adonan atau kuah.
Ini pelajaran soal kreativitas, bahwa bloger harus punya solusi atas keterbatasan yang dia alami. Tak ada kata mengeluh atau menyerah karena keterbatasan sumber daya. Tinggal putar otak untuk menemukan jalan sebagai alternatif.
Saya pikir ini cukup jadi renungan pada Hari Blogger Nasional tanggal 27 Oktober 2022. Sebagaimana orang suka makan, saya optimistis bahwa blog tetap akan dicari dan bahkan diburu asalkan konten (ibarat menu) diracik dengan kreativitas dan kesungguhan berdasar integritas.
Kamukah salah satunya, sobat doer?