Pages

Semangat Kredibali Majukan Daerah, Inspirasi Masa Depan Indonesia

Usia muda bukanlah alasan untuk berleha-leha. Ada banyak kesempatan untuk melakukan hal-hal berguna. Masa muda justru menjadi momen berenergi untuk bisa berkontribusi pada kemajuan negeri. Itulah yang ada dalam benak I Gede Andika Wira Teja saat menggagas Kredibali. 

Bagi pemuda yang akrab dipanggil Dika ini, tak harus menunggu mapan untuk bisa berkoban. Setiap orang bisa memberikan sumbangsih sesuai kemampuan, terutama demi daerah tempat mereka lahir dan dibesarkan. Berbekal kesungguhan dan kepedulian, selalu ada yang bisa dikreasikan untuk melahirkan kebermanfaatan.

I Gede Andika Wira Teja majukan daerah lewat Kredibali. (Foto: Satu Indonesia Awards)

Begitulah yang terjadi, Kredibali memang lahir atas dorongan menebar manfaat dan semangat berbagi. Pada bulan Maret 2020 Dika pulang ke Pemuteran, desa tempat ia dilahirkan. Ia bermaksud meminta restu kedua orangtuanya sebelum bertolak ke Inggris untuk menempuh kuliah S2 bulan September pada tahun yang sama.

Merelakan beasiswa demi kemajuan desa

Hendak berpamitan demi beasiswa ke Inggris, rupanya Dika mendapati kenyataan yang memilukan. Ketika wabah COVID-19 menjadi pandemi, desanya tak terkecuali. Anak-anak SD dan SMP setempat terpaksa belajar di rumah secara daring (online). Sayangnya, mereka terkendala oleh mahalnya paket data untuk mengakses PJJ (pembelajaran jarak jauh). 

Khawatir anak-anak itu drop out lantaran tak bisa belajar, Dika pun menggagas kelas belajar bahasa Inggris segera gratis. Keputusan ini diambil setelah dia melakukan riset tentang kebutuhan paling mendesak anak-anak di desanya. Sebelum pandemi, Pemuteran ramai dikunjungi wisatawan asing. Akibat wabah, pariwisata lokal terpuruk dan penginapan terbengkalai.

Dengan keterampilan bahasa Inggris yang mumpuni, anak-anak akan mampu membantu menggerakkan ekonomi setempat melalui pariwisata ketika kondisi telah pulih nanti. Selain itu, skill berbahasa Inggris akan mendongkrak kepercayaan diri siswa hingga mengukir prestasi membanggakan.

Suasana belajar di Kredibali saat pandemi (Foto: Satu Indonesia Awards)

Misalnya Wulan, panggilan I Gusti Ayu Putu Sri Kertiasih Wulantari, yang merasakan manfaat keberadaan Kredibali. Siswi kelas 3 SMP 2 Gerokgak itu semakin percaya diri berkat kemampuan berbahasa Inggris yang mengantarkannya menyabet juara kedua dalam lomba pidato bahasa Inggris yang diadakan di SMA Negeri 2 Gerokgak, Kabupaten Buleleng pada bulan Juni 2020. 

Untuk ukuran anak daerah seperti Buleleng, capaian Wulan patut diapresiasi setidaknya dibandingkan dengan anak-anak di Denpasar, Badung, atau Gianyar yang sudah biasa bercakap dengan turis mancanegara.

“Sekarang kalau ada bule sudah beranilah berbicara lancar dengan mereka. Sebelumnya cuma sekedar hello saja,” kata Wulan sambil tertawa kepada Bisnis.

Ibu Wulan, yakni I Gusti Ayu Made Surya Ratnadi, merasa sangat beruntung karena putrinya ikut belajar di Kredibali. Kemampuan bahasa Inggris itu diyakininya akan mampu membuka pintu peluang bagi Wulan. Sejak bergabung di kelas Dika, Wulan jadi semangat belajar dan ingin terus melanjutkan studinya walau kedua orangtuanya hanya petani. Gerokgak selama ini tercatat sebagai kecamatan dengan angka putus sekolah yang cukup tinggi di Kabupaten Buleleng. Kehadiran Kredibali telah membuka cakrawala berpikirnya.

Pesona Pemuteran dengan perbukitan membentang (Foto: Satu Indonesia Awards)

Pemuteran adalah desa di Buleleng yang dilingkupi oleh perbukitan dan lautan indah sehingga selama ini dikenal sebagai salah satu surga wisata diving dan snorkeling. Dengan waktu tempuh tiga jam dari Denpasar, maka desa ini mau tak mau harus bergerak secara mandiri. Ikhtiar Dika melalui Kredibali adalah solusi yang layak diapresiasi. Keputusannya mengelola Kredibali benar-benar telah membawa berkah meskipun dia harus mengorbankan kesempatan beasiswa.

"Kalau saya tetap kuliah, maka cuma saya yang diuntungkan. Tapi kalau saya bertahan, maka banyak manfaat yang anak-anak rasakan. Saya sendiri masih punya banyak kesempatan," ujar Dika dalam Zoom meeting bersama GNFI (Good News From Indonesia). 

Pengorbanan Dika untuk melepas beasiswa akhirnya membuahkan hasil indah seperti Wulan yang bangkit kepercayaan dirinya dan berpotensi menggairahkan pariwisata setempat dengan cara yang mudah dan menyenangkan. Namun, di balik itu semua, Kredibali ternyata menyelesaikan tiga masalah sekaligus selain learning loss anak-anak yang diisi dengan kursus bahasa Inggris gratis. 

Satu aksi, tiga solusi 

Tanpa disadari, Kredibali hadir sebagai solusi sekaligus atas masalah di sana. Pertama, anak-anak yang terancam putus sekolah akibat pandemi akhirnya bisa meraih kepercayaan diri berkat kemampuan berbahasa Inggris dan presentasi. Mereka bisa tetap berjejaring dengan teman sebaya selama mengikuti kursus gratis di Kredibali. Semangat belajar akan tumbuh sebagai solusi PJJ yang tak terjangkau mereka. 

Kedua, masalah sampah di desa Pemuteran jadi terselesaikan. Setidaknya, anak-anak jadi paham bagaimana pengelolaan sampah, dimulai dari penyortiran sampah plastik yang bisa didaur ulang dan kemudian diuangkan. Berkat pembelajaran di Kredibali, remaja dan anak mudah jadi teredukasi untuk peduli pada kebersihan dan kelestarian lingkungan.

Memungut sampah di pantai lalu menyortirnya, cara seru akrabi lingkungan (Foto: Satu Indonesia Awards)

Bagaimana hal ini bisa terjadi? Ya karena salah satu syarat untuk ikut belajar di Kredibali adalah membawa sampah plastik dari rumah tangga masing-masing. Sebelum masuk kelas, anak-anak diminta meletakkan sampah yang disortir menurut jenisnya dengan bantuan pengajar. Syarat ini membuat mereka terikat agar serius untuk datang dan belajar di kelas. Manfaat lainnya, secara otomatis mereka belajar terkoneksi dengan alam, menyadari bahwa sampah adalah masalah serius tapi bisa dicari solusi dengan mudah.

Manfaat ketiga, keterampilan sosial perlahan diasah sedemikan rupa lewat kegiatan berbagi dengan lansia yang duafa. Anak-anak jadi tahu bahwa menolong sesama tak harus menunggu kaya, bahkan bisa dimulai sejak belia. Para orangtua pun ikut terlibat dengan memilah dan membekali sampah dari rumah lalu mendorong anak-anak untuk aktif bersedekah. Sebut saja ini sedekah multilevel yang produktif. 

Caranya bagaimana? Sampah yang terkumpul di Kredibali kemudian dikirim ke bank sampah, dalam hal ini ke Plastic Exchange sebuah lembaga nirlaba yang mengajak orang hidup bijak dengan lingkungan yang bersih. Sampah yang disetor pun ditukar dengan beras untuk disumbangkan kepada para lansia di desa tersebut yang terdampak wabah Covid-19 dan butuh bantuan. Maka, terbentuklah lingkaran kesadaran yang saling menjaga, lebih-lebih di saat sulit.  

Kredibali mengajarkan berderma dan peduli sesama sambil menjaga lingkungan (Foto: Satu Indonesia Awards)

Bukan soal popularitas, tapi warisan yang menghargai lokalitas 

Sebagai apresiasi atas inisiatif dan kerja kerasnya lewat Kredibali, maka PT Astra International, Tbk menganugerahi Dika dengan SATU Indonesia Awards pada tahun 2021 dengan sebutan Pejuang Tanpa Pamrih di Masa Pandemi COVID-19. Dika tentu gembira menyambut penghargaan bergengsi ini meskipun mengaku bahwa bukan popularitas yang mereka targetkan.

Dia menegaskan bahwa misi Kredibali adalah meninggalkan legacy atau warisan bagi masyarakat setempat dengan memperkuat fondasi sumber daya manusia di daerah terkait. Alih-alih berdiam di satu desa, Dika berkomitmen untuk menjadi partner yang terus bergerak sesuai dengan kebutuhan desa tertentu. Itulah sebabnya Kredibali kini merambah desa Puhu (Gianyar) dan Batur (di Bangli) sebagai langkah mengembangkan potensi daerah agar bisa maju seiring dengan desa-desa lain di Bali.

Yang tak kalah penting, warisan itu haruslah sesuai dengan local wisdom dan potensi lokal sehingga seluruh elemen masyarakat, terutama anak-anak muda, dapat tergabung dalam mewujudkan kemajuan yang diinginkan. Dengan semangat inilah setiap desa di Indonesia bisa optimistis menyongsong masa depan dengan kesiapan penuh dengan mengandalkan kekayaan lokalitas. 

actioner

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Instagram